Pemerintah Tambah Saham Freeport, Dividen Negara Berpotensi Naik 25 persen

Selasa, 23 September 2025 | 09:12:37 WIB
Pemerintah Tambah Saham Freeport, Dividen Negara Berpotensi Naik 25 persen

JAKARTA - Rencana pemerintah menambah kepemilikan saham di PT Freeport Indonesia (PTFI) melalui PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID) kembali mencuri perhatian publik. Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menilai langkah tersebut bisa memberi peluang keuntungan besar bagi negara, terutama dari sisi dividen. Namun, di balik itu, tersimpan pula tantangan dan risiko yang tak bisa dipandang sebelah mata.

Ketua Umum Perhapi, Sudirman Widhy, menjelaskan bahwa dengan tambahan 12% kepemilikan saham, porsi pemerintah akan naik dari 51% menjadi 63,2%. Tambahan ini, menurutnya, setara dengan potensi peningkatan dividen sekitar 25%.

“Artinya, akan ada potensi penambahan dividen sebesar 25% dari dividen yang diterima ketika porsi saham belum ditambah,” kata Sudirman pada Selasa, 23 September 2025.

Ia mencontohkan, pada tahun 2024 Freeport mencatat laba Rp67 triliun dengan dividen Rp7,1 triliun. Jika porsi saham bertambah, setoran dividen bisa meningkat sekitar Rp1,78 triliun. Bagi pemerintah, angka ini menjadi justifikasi yang cukup kuat untuk menambah saham Freeport.

Potensi Keuntungan yang Menggiurkan

Sudirman menekankan bahwa proyeksi tersebut baru menghitung dividen, belum termasuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP) maupun pajak lainnya. Dengan begitu, tambahan saham akan memperbesar peluang pemasukan negara di masa depan.

Selain itu, Freeport juga tengah menyiapkan rencana produksi dari tambang baru di kawasan Kucing Liar yang ditargetkan beroperasi pada 2028. Kehadiran cadangan tersebut diperkirakan bakal meningkatkan volume produksi, yang berarti juga menambah potensi keuntungan pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas.

Namun, ia mengingatkan bahwa keuntungan besar seringkali datang bersama konsekuensi besar. Salah satunya adalah biaya tambahan yang harus ditanggung pemerintah untuk mendukung proses eksplorasi di areal baru tersebut. Dengan porsi kepemilikan yang lebih besar, otomatis tanggungan biaya pun ikut bertambah.

Risiko Operasional Tambang Bawah Tanah

Di sisi lain, Sudirman mengingatkan bahwa operasi Freeport saat ini seluruhnya berada di tambang bawah tanah (underground mining). Model penambangan ini membutuhkan teknologi tinggi dan biaya operasional yang tidak sedikit. Risiko longsor, terutama di area Grasberg Block Cave, juga cukup tinggi mengingat lokasi tambang berada di bawah danau bekas open pit Grasberg.

“Belum lagi adanya risiko atas pengelolaan lingkungan yang cukup sensitif bagi publik,” ujarnya.

Pengelolaan keselamatan kerja di tambang bawah tanah dinilai jauh lebih kompleks dibandingkan tambang terbuka. Karena itu, bila pemerintah menambah saham hingga menjadi pemegang saham pengendali, konsekuensi atas risiko ini harus ditanggung lebih besar.

Dengan kondisi tersebut, penambahan saham bisa menjadi pedang bermata dua: peluang keuntungan sekaligus tantangan besar dalam hal pengelolaan tambang dan lingkungan.

Divestasi Disebut Gratis

Rencana penambahan saham pemerintah di Freeport sebesar 12% sebelumnya juga dikonfirmasi oleh CEO BPI Danantara, Rosan Perkasa Roeslani. Menurutnya, divestasi kali ini tidak memerlukan biaya akuisisi.

“Free of charge [biaya akuisisi-nya]. Mantep kan, kalau dulu 10% sekarang 12%,” ujar Rosan di Kompleks Istana Kepresidenan pada 16 September 2025.

Rosan memastikan penambahan saham tersebut akan rampung dalam waktu dekat, sambil menunggu persetujuan Presiden Prabowo Subianto. “Dalam waktu dekat [rampung], sedang menunggu arahan dari Bapak Presiden,” katanya.

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga mengungkapkan pemerintah akan menambah kepemilikan saham di Freeport lebih dari 10%. Ia menyebut Presiden Prabowo telah memberi arahan untuk mempercepat proses negosiasi agar kepemilikan saham segera bertambah.

Kinerja Keuangan Freeport

Di tengah rencana penambahan saham, Freeport sendiri tengah menghadapi penurunan kinerja keuangan. Pada semester I-2025, laba bersih perseroan turun 18,4% menjadi US$1,8 miliar atau sekitar Rp29,3 triliun. Tahun sebelumnya, laba bersih mencapai US$2,2 miliar atau Rp35,84 triliun.

Pendapatan bersih Freeport juga tercatat menurun tipis menjadi US$4,99 miliar dari US$5,09 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Biaya pokok penjualan bertambah menjadi US$2,27 miliar, sehingga laba kotor ikut turun ke US$2,72 miliar dari US$2,98 miliar.

Laba operasi juga berkurang menjadi US$2,66 miliar, lebih rendah dari US$2,92 miliar pada semester I-2024. Tekanan utama berasal dari beban pajak yang melonjak menjadi US$672,23 juta, naik signifikan dibandingkan tahun lalu sebesar US$535,24 juta. Biaya bunga juga meningkat menjadi US$25,61 juta dari US$6,65 juta.

Jalan Tengah yang Perlu Dipertimbangkan

Melihat potensi dan risiko yang ada, penambahan saham Freeport oleh pemerintah bisa dipandang sebagai langkah strategis namun penuh tantangan. Di satu sisi, negara akan menikmati kenaikan dividen hingga puluhan persen, ditambah peluang besar dari cadangan tambang baru di masa depan.

Di sisi lain, risiko operasional tambang bawah tanah, biaya eksplorasi tambahan, serta isu lingkungan perlu dikelola secara hati-hati agar keuntungan yang diperoleh tidak tergerus oleh kerugian akibat faktor-faktor tersebut.

Dengan komposisi kepemilikan saham mayoritas, pemerintah dituntut tidak hanya memikirkan soal dividen, tetapi juga memastikan bahwa keselamatan kerja, keberlanjutan lingkungan, dan efisiensi biaya tetap menjadi prioritas utama dalam operasional Freeport.

Penambahan saham Freeport bisa menjadi tonggak penting bagi kedaulatan energi dan pertambangan Indonesia. Namun, keberhasilan langkah ini sangat bergantung pada bagaimana pemerintah menyeimbangkan antara keuntungan ekonomi dan tanggung jawab sosial-lingkungan.

Terkini

Pemerintah Serap Rp 15,6 Triliun untuk UMKM dan Koperasi

Selasa, 23 September 2025 | 14:11:46 WIB

Anggito Abimanyu Resmi Pimpin LPS Periode 2025–2030

Selasa, 23 September 2025 | 14:11:45 WIB

Merdeka Gold Resmi IPO, Bukukan Dana Segar Triliunan

Selasa, 23 September 2025 | 14:11:44 WIB

Harga Emas Spot Tembus US$3.747,08 Per Troy Ounce

Selasa, 23 September 2025 | 14:11:43 WIB

5 Hal Pribadi yang Sebaiknya Tidak Diceritakan ke Oranglain

Selasa, 23 September 2025 | 14:11:42 WIB