JAKARTA – Pemerintah Indonesia memberikan ultimatum kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk segera menyelesaikan perbaikan fasilitas smelter yang rusak akibat kebakaran sebelum mengajukan perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan hal ini dalam sebuah pertemuan di Jakarta pada 11 Februari.
Permohonan untuk melanjutkan ekspor ini datang setelah kebakaran melanda smelter PTFI di Kawasan Ekonomi Khusus Gresik JIIPE, Jawa Timur, yang terjadi pada 14 Oktober. Kebakaran tersebut terutama mempengaruhi fasilitas produksi asam sulfat, sebuah komponen penting dalam proses pengolahan bijih tembaga.
"Untuk perpanjangan ekspor, Freeport sudah ajukan. Tapi kita minta untuk segera membahas kapan tanggal penyelesaian daripada pabrik mereka yang terbakar, khususnya untuk asam sulfat," ujar Bahlil Lahadalia.
Pihak pemerintah memandang perbaikan ini sebagai langkah krusial sebelum mengambil keputusan mengenai kelanjutan izin ekspor. Menteri Bahlil menegaskan bahwa pemerintah ingin perbaikan dapat dilakukan dengan cepat. Setelah smelter dipastikan dalam kondisi baik, barulah evaluasi perpanjangan izin ekspor dapat dilakukan.
"Kita akan mintanya lebih cepat untuk kemudian bisa kita laporkan dalam rapat terbatas dengan Menko, Menteri Teknis, dan melaporkan kepada Bapak Presiden," tambah Bahlil.
Kebakaran Menjadi Faktor Pemicu
Masalah kebakaran di smelter PTFI ini berpotensi mempengaruhi keputusan pemerintah. Bahkan, hingga saat ini, izin ekspor konsentrat tembaga oleh Freeport McMoran (FCX) melalui entitas PTFI belum diperbarui, dikonfirmasi oleh Bahlil di sela-sela Konferensi Pers Capaian Kinerja ESDM 2024 di Jakarta, 3 Februari.
"Sampai dengan hari ini belum ada keputusan untuk melakukan izin ekspor. Sampai dengan hari saya bicara ya," kata Bahlil, menegaskan status terkini proses izin.
Aturan Ekspor dan Investasi
Menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 7 Tahun 2023, seharusnya izin ekspor konsentrat tembaga PTFI sudah berakhir pada 31 Desember 2024. Namun, permohonan yang baru saja diajukan oleh Freeport menunjukkan kebutuhan akan kelancaran operasi dan pengaturan ulang strategi bisnis.
"Freeport ini kan sebenarnya kita dalam undang-undang, itu sudah tidak boleh melakukan ekspor. Freeport itu investasi sudah US$ 3 miliar, dan sudah selesai. Kemudian dalam prosesnya itu terbakar," jelas Bahlil mengenai latar belakang pengaturan hukum atas situasi ini.
Pihak perusahaan diharapkan dapat memberikan estimasi waktu yang akurat untuk perawatan dan perbaikan fasilitas yang rusak, khususnya produksi asam sulfat. Pemerintah menyatakan akan mempercepat evaluasi begitu kondisi smelter PTFI dinyatakan siap untuk operasional penuh.
Kementerian ESDM, seperti diungkapkan oleh Bahlil, akan terus mengawasi perkembangan perbaikan dan menunggu laporan resmi dari perusahaan mengenai status terbaru. Koordinasi lintas kementerian, termasuk pemantauan dari Menteri Koordinator dan komunikasi dengan Presiden, akan dilakukan guna memastikan langkah strategis ini berjalan efektif dan efisien.
Bagi PTFI, keberhasilan perbaikan smelter tidak hanya menentukan kelanjutan izin ekspor, tetapi juga menegaskan kembali komitmen terhadap keselamatan operasional dan kelestarian lingkungan sebagai pembeda kompetitif di pasar global. Sementara itu, pemerintah memastikan regulasi terhadap industri agromineral ini tetap berjalan dengan memperhatikan aspek keamanan serta keberlanjutan.
Keputusan lebih lanjut mengenai perpanjangan izin ekspor diperkirakan akan disampaikan setelah update resmi dan rincian perbaikan smelter diterima oleh pemerintah.