DENPASAR - Skema Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) menjadi pilihan favorit mayoritas warga Bali dalam membeli rumah, berdasarkan survei terkini dari Bank Indonesia. Sejumlah 65% transaksi properti di Bali dilakukan melalui skema KPR, sementara 35% menggunakan skema cash bertahap, dan hanya 2% melakukan pembayaran secara cash keras atau langsung melunasi.
Pilihan Utama Konsumen: Skema KPR
Erwin Soeriadimadja, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, menyoroti bahwa kecenderungan konsumen untuk memilih KPR ini terutama terkait dengan pembelian rumah primer. "Dari sisi konsumen, skema pembiayaan dalam pembelian rumah primer mayoritas dilakukan melalui skema pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan pangsa sebesar 65%," jelas Erwin dalam sebuah keterangan resmi pada Rabu, 4 Desember 2024.
Sumber Pembiayaan Pembangunan Properti
Bank Indonesia juga mengungkapkan bahwa pembiayaan pembangunan properti residensial di Bali utamanya bersumber dari dana perbankan sebesar 44% dan dana sendiri (developer) sebesar 47%. Sisa 9% ditutupi oleh dana pembeli berupa pembayaran uang muka (DP) dalam pembelian rumah.
Kenaikan Harga Properti di Bali
Berdasarkan data terbaru dari Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) pada triwulan III/2024, terdapat peningkatan harga properti residensial di pasaran primer, yakni harga properti yang baru pertama kali diperjualbelikan. IHPR tercatat mencapai 104,53 dengan pertumbuhan tahunan (year-on-year) sebesar 1,76%, lebih tinggi dibandingkan IHPR triwulan sebelumnya yang berada di angka 104,27.
Adanya kenaikan harga ini terutama disebabkan oleh peningkatan harga di tiga kategori properti: kecil, menengah, dan besar. Kategori kecil dengan luas bangunan ≤36 m2 mengalami kenaikan 1,54% (yoy), kategori menengah dengan luas bangunan antara 36 m2 sampai dengan 70 m2 naik 2,44% (YoY), dan kategori besar dengan luas bangunan >70 m2 mengalami peningkatan 1,55% (YoY).
Tantangan dalam Pasar Properti Bali
Erwin juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa tantangan yang menghambat pengembangan dan penjualan properti residensial primer di Bali, termasuk suku bunga KPR, uang muka rumah, serta perizinan dan birokrasi. Selain itu, adanya kenaikan harga bahan bangunan turut menjadi faktor yang memperberat kondisi pasar.
"Meskipun penjualan properti residensial terus tumbuh, namun terdapat sejumlah faktor yang menghambat pengembangan maupun penjualan properti residensial primer di Bali antara lain suku bunga KPR, uang muka rumah, perizinan/birokrasi dan adanya kenaikan bahan bangunan," ujar Erwin.
Preferensi Pembeli dan Tipe Properti
Data survei menunjukkan bahwa penjualan terbesar pada triwulan III/2024 didominasi oleh rumah tipe menengah dengan pangsa pasar mencapai 45%, diikuti oleh rumah tipe kecil yang mencapai 37%. Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilakukan setiap triwulan mencakup data terkait harga jual rumah, jumlah unit yang dibangun, serta jumlah unit yang terjual.
Pandangan Ke Depan
Di tengah tantangan pasar, Bank Indonesia dan pelaku industri properti perlu bersinergi untuk mencari solusi yang dapat meringankan beban konsumen terutama dalam hal suku bunga KPR dan biaya konstruksi. Selain itu, peran pemerintah dalam memudahkan proses perizinan dan birokrasi akan sangat vital bagi percepatan pertumbuhan sektor properti residensial di Bali.
Secara keseluruhan, meskipun menghadapi berbagai tantangan, prospek pasar properti residensial di Bali masih positif dengan adanya permintaan yang kuat dari konsumen dan peningkatan harga yang terus berlanjut. Kehadiran skema pembiayaan seperti KPR, serta upaya peningkatan aksesibilitas bagi konsumen melalui kebijakan finansial yang lebih ramah, akan menjadi kunci keberlanjutan pertumbuhan sektor ini dalam jangka panjang.