JAKARTA – PT Astra International Tbk. (ASII) menghadapi tantangan besar menjelang tahun 2025. Daya beli yang melemah diprediksi menjadi hambatan signifikan dalam penjualan kendaraan roda empat di Indonesia. Pandangan ini diungkapkan oleh Tira Ardianti, Head of Corporate Investor Relations Astra International.
"Karena tahun kemarin juga pasarnya enggak mencapai 1 juta, dan banyak global exposure yang bisa mempengaruhi ekonomi Indonesia. Jadi, daya beli itu menjadi salah satu juga concern kami," ungkap Tira dalam pertemuan dengan media di Bursa Efek Indonesia.
Pelemahan daya beli ini tidak terlepas dari berbagai faktor ekonomi global yang turut mempengaruhi stabilitas ekonomi Indonesia. Kondisi ini tentunya menuntut adaptasi cepat bagi pelaku industri otomotif di tanah air.
Penerapan Pajak Opsen sebagai Ancaman Tambahan
Selain tantangan dari daya beli, ketidakpastian penerapan pajak opsen juga menghantui industri otomotif. Meskipun saat ini penerapan pajak tersebut ditunda, Tira menyatakan bahwa cepat atau lambat, pemerintah akan menerapkannya.
Sistem pajak opsen ini berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), memungkinkan adanya tambahan pajak menurut persentase tertentu. Penerapan ini tentu menimbulkan kekhawatiran bagi pelaku industri otomotif.
Harapan Pada Katalis Positif
Meski banyak hambatan yang harus dihadapi, Tira berharap adanya katalis positif yang dapat mendongkrak kembali daya beli masyarakat. "Jadi ini merupakan tantangan untuk pasar otomotif di tahun ini. Saya rasa saat ini melihat situasi yang ada, masih diamati dulu perkembangannya akan seperti apa," tambahnya.
Berdasarkan data yang dirilis Astra, penjualan mobil Astra sepanjang 2024 mencapai 482.964 unit, mengalami penurunan 13,86% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencatat penjualan sebanyak 560.717 unit. Penjualan mobil low cost green car (LCGC) Astra juga turut merosot 13,55% yoy menjadi 131.328 unit dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dengan penjualan mencapai 151.913 unit.
Pangsa Pasar Tetap Stabil
Menariknya, meskipun terjadi penurunan penjualan, pangsa pasar penjualan mobil Astra tetap bertahan di level 56% pada akhir 2024. Begitu pun dengan segmen LCGC, yang pangsa pasarnya berada di posisi 74%. Hal ini menunjukkan posisi kuat Astra di pasar otomotif Indonesia.
Diversifikasi Pendapatan sebagai Jalan Keluar
Analis dari Samuel Sekuritas, Jason Sebastian, menganggap saham ASII masih memiliki prospek cerah. Diversifikasi aliran pendapatan Astra yang didukung oleh anak usaha di berbagai sektor menjadi penyelamat di tengah lesunya kinerja bisnis otomotif. "Ketika kinerja bisnis otomotif melambat, lini usaha lainnya bisa menjadi kompensasi yang menyeimbangkan," jelas Jason.
Dampak Kebijakan Pajak
Kinerja Astra di pasar otomotif tahun ini juga dipengaruhi oleh kebijakan pajak pemerintah. Beberapa waktu lalu, pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Berdasarkan ketentuan tersebut, barang yang sudah terkena Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), termasuk kendaraan bermotor, akan mengalami kenaikan beban pajak.
Pergerakan Saham ASII
Di lantai bursa, harga saham ASII terpantau stagnan di level Rp4.460 pada pukul 10.38 WIB, Jumat, 14 Februari 2025. Sejak awal tahun, saham ini sudah mengalami penurunan sebesar 4,90% dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp188,65 triliun.
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, Astra dituntut untuk terus berinovasi dan mencari strategi baru demi mempertahankan posisinya di pasar otomotif dan meningkatkan daya saing di tengah berbagai tekanan pasar. Ke depan, langkah adaptif dan responsif terhadap perubahan ekonomi serta kebijakan dianggap krusial bagi keberlangsungan usaha perusahaan ini.