Dokter

Dokter Jelaskan Penyebab dan Cara Atasi Ketindihan Saat Tidur

Dokter Jelaskan Penyebab dan Cara Atasi Ketindihan Saat Tidur
Dokter Jelaskan Penyebab dan Cara Atasi Ketindihan Saat Tidur

JAKARTA - Fenomena “ketindihan” saat tidur yang sering dianggap sebagai pengalaman mistis kini memiliki penjelasan medis yang terang benderang. Istilah ilmiahnya adalah sleep paralysis, sebuah gangguan tidur yang sebenarnya umum terjadi dan dapat dipahami dari sisi neurologi dan fisiologi. Penjelasan ini disampaikan oleh dr. Yeni Quinta Mondiani, SpN, seorang ahli neurologi dan dosen di Fakultas Kedokteran IPB University.

Sering kali, saat seseorang mengalami ketindihan, muncul perasaan takut dan kepercayaan adanya gangguan gaib. Namun, dr. Yeni menegaskan bahwa tidur adalah proses alami dan teratur yang melibatkan berbagai tahapan penting bagi kesehatan otak dan tubuh. “Tidur merupakan proses fisiologis yang berulang, ditandai dengan penurunan kesadaran secara reversibel. Ketika seseorang tidur, fungsi kognitif menurun sehingga otak tidak dapat merespons penuh terhadap stimulus sekitar,” jelasnya.

Siklus Tidur dan Hubungannya dengan Fenomena Ketindihan

Menurut dr. Yeni, siklus tidur manusia terbagi dalam lima fase utama, yaitu empat fase Non-Rapid Eye Movement (NREM) dan satu fase Rapid Eye Movement (REM). Kelima fase ini berulang beberapa kali dalam siklus tidur malam.

“Fase 3 dan 4 NREM merupakan fase tidur paling dalam. Pada fase ini, tubuh melakukan proses restorasi dan pemulihan kondisi setelah beraktivitas,” jelas dr. Yeni. Karena fase ini sangat dalam, ambang untuk terbangun menjadi tinggi. Selain itu, fase ini sering diasosiasikan dengan gangguan tidur tertentu seperti sleep walking (berjalan saat tidur) dan sleep terror (teror saat tidur).

Sementara itu, fase REM adalah saat di mana mimpi paling sering terjadi dan bisa diingat setelah terbangun. Namun, pada fase REM, terjadi hambatan sinyal motorik yang membuat otot-otot tubuh tidak dapat bergerak secara aktif, kecuali beberapa gerakan kecil.

“Pada fase REM, terjadi hambatan sinyal motorik yang sangat kuat sehingga tubuh cenderung tidak bisa bergerak meski otak sedang aktif,” tambahnya.

Apa Itu Sleep Paralysis atau Ketindihan?

Fenomena ketindihan dalam dunia medis dikenal sebagai sleep paralysis, sebuah jenis gangguan tidur yang masuk dalam kategori parasomnia. Parasomnia sendiri adalah kondisi di mana seseorang mengalami terbangun selama tidur tanpa memengaruhi kualitas dan kuantitas tidurnya secara signifikan.

“Sleep paralysis adalah ketidakmampuan bergerak pada saat awal atau akhir tidur, saat kesadaran sudah kembali,” ujar dr. Yeni. Dengan kata lain, tubuh masih ‘terkunci’ dalam mode tidur, sementara otak sudah bangun dan menyadari keadaan sekitar.

Kondisi ini terjadi pada fase REM, ketika otot tubuh secara alami tidak dapat digunakan sementara seseorang masih tertidur. “Analoginya, tubuh kita masih dalam mode tidur tapi otak sudah aktif,” jelasnya.

Faktor Penyebab dan Gejala Sleep Paralysis

Menurut dr. Yeni, sleep paralysis umumnya dialami pertama kali oleh individu berusia antara 15 hingga 35 tahun. Gangguan ini bisa terjadi secara sporadis dan dipicu oleh berbagai faktor seperti kurang tidur, stres, gangguan kecemasan, faktor keturunan, serta kondisi medis tertentu seperti narkolepsi.

“Biasanya, subjek mengalami ketindihan dengan posisi terlentang dan merasa tidak mampu bergerak meski napas dan detak jantung tetap normal. Durasi tiap episode bervariasi dari beberapa detik hingga beberapa menit,” paparnya.

Saat mengalami ketindihan, seseorang tetap sadar dan menyadari kondisi tubuhnya, sehingga perasaan takut atau panik seringkali muncul. Namun, ada pula yang merasa tenang dan rileks selama episode tersebut.

Selain itu, beberapa subjek dapat mengalami halusinasi, terutama jika sleep paralysis disebabkan oleh narkolepsi. Hal ini menambah intensitas rasa takut saat episode berlangsung.

“Halusinasi ini dapat memicu rasa cemas yang cukup tinggi pada subjek, tetapi episode sleep paralysis biasanya akan berakhir dengan sendirinya,” tambah dr. Yeni.

Cara Mengatasi dan Mencegah Sleep Paralysis

Penanganan utama sleep paralysis, menurut dr. Yeni, berfokus pada perubahan gaya hidup dan penerapan pola tidur yang sehat. Salah satunya adalah memperbaiki sleep hygiene atau kebiasaan tidur yang baik, seperti menetapkan jam tidur dan bangun yang teratur, serta menghindari konsumsi kafein, makanan berlemak, dan cepat saji sebelum tidur.

“Olahraga ringan dan mengatur penggunaan perangkat elektronik di kamar tidur juga sangat disarankan untuk memperbaiki kualitas tidur,” ujarnya.

Jika sleep paralysis terjadi berulang dan cukup mengganggu aktivitas sehari-hari, dr. Yeni menyarankan agar pasien berkonsultasi dengan dokter spesialis. Dalam beberapa kasus, pengobatan dengan antidepresan dan penanganan terhadap penyakit yang mendasari, seperti narkolepsi, dapat dilakukan.

“Perlu berobat ke dokter spesialis untuk pemberian obat antidepresan dan tata laksana terhadap penyakit penyerta,” pungkasnya.

Ketindihan Bukan Mistis, Tapi Gangguan Tidur yang Bisa Diatasi

Fenomena ketindihan yang kerap dianggap mistis oleh sebagian masyarakat sebenarnya memiliki penjelasan ilmiah yang jelas. Sleep paralysis adalah gangguan tidur yang umum dan bisa terjadi pada siapa saja, terutama pada usia muda hingga dewasa awal.

Dengan memahami mekanisme fisiologis tidur dan faktor penyebabnya, masyarakat diharapkan tidak perlu merasa takut atau mengaitkan ketindihan dengan hal-hal supernatural. Upaya preventif melalui gaya hidup sehat dan pola tidur yang baik dapat mengurangi risiko terjadinya gangguan ini.

Apabila gangguan ini mengganggu kualitas hidup, konsultasi dengan tenaga medis profesional sangat dianjurkan agar mendapatkan penanganan yang tepat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index