Sosial Budaya

Museum UPI Hadirkan Korner Batik, Dorong Pelestarian Sosial Budaya

Museum UPI Hadirkan Korner Batik, Dorong Pelestarian Sosial Budaya
Museum UPI Hadirkan Korner Batik, Dorong Pelestarian Sosial Budaya

JAKARTA - Museum Pendidikan Nasional Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) kembali melangkah dalam upaya pelestarian budaya melalui strategi kolaboratif lintas institusi. Kali ini, museum yang terletak di kawasan kampus UPI tersebut menggandeng dua lembaga penggerak budaya: Pusat Unggulan Educational Cultural Sustainability Network (ECSN) dan Edu Heritage Center, untuk mengembangkan sebuah korner khusus batik.

Inisiatif ini tidak hanya menjadi perwujudan dari kepedulian terhadap warisan budaya nasional, tetapi juga menjadi bagian dari kontribusi nyata UPI terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya dalam aspek sosial dan budaya.

Hadirkan Edukasi Batik dalam Format Modern

Korner Batik yang akan diluncurkan pada awal Agustus 2025 ini dirancang sebagai ruang edukatif yang memadukan unsur budaya dan teknologi. Di dalamnya, pengunjung dapat mengenal lebih dalam tentang batik, mulai dari sejarah dan filosofi, hingga proses pembuatannya yang sarat makna.

Koleksi utama yang ditampilkan merupakan karya digital dari 40 motif batik hasil riset dan kreasi akademisi UPI, yakni Prof. Dr. Isma Widiaty, M.Pd. (Founder Patali Batik) serta Dr. Suciati, S.Pd., M.Ds. Dengan kehadiran koleksi digital ini, pengunjung tak hanya melihat batik sebagai kain semata, tetapi juga memahami nilai-nilai budaya yang tersimpan dalam tiap guratan motif.

Sebagai pelengkap, Museum Pendidikan Nasional UPI juga menghadirkan Butik Batik di area ruang suvenir. Butik ini menyediakan aneka produk batik yang bisa dimiliki oleh pengunjung, mulai dari mahasiswa hingga masyarakat umum, dengan harga yang terjangkau.

Hilirisasi Riset dalam Bingkai Budaya

Kerja sama strategis ini sekaligus menjadi salah satu bentuk nyata hilirisasi riset para dosen UPI. Lewat sinergi dengan ECSN, hasil penelitian tidak hanya berhenti pada publikasi ilmiah, namun dikembangkan dalam format yang lebih aplikatif dan bisa dinikmati secara luas oleh publik.

Pusat Unggulan ECSN menilai langkah ini sejalan dengan misinya dalam membangun jejaring budaya berkelanjutan, khususnya di sektor pendidikan. Dengan mendekatkan masyarakat—terutama generasi muda—pada kekayaan budaya seperti batik, ECSN mendorong terciptanya ruang dialog lintas generasi yang saling menguatkan pemahaman atas identitas budaya nasional.

Tak hanya itu, hadirnya korner ini turut mengukuhkan Museum Pendidikan Nasional sebagai lembaga edukatif multidisiplin. Bukan sekadar ruang penyimpanan sejarah pendidikan Indonesia, tetapi juga sebagai pusat pembelajaran interaktif yang memadukan seni, budaya, dan teknologi.

Dukungan terhadap SDGs melalui Warisan Budaya

Kolaborasi antara Museum Pendidikan Nasional, ECSN, dan Edu Heritage Center ini merupakan bentuk konkret kontribusi terhadap SDGs, terutama pada poin ke-11 tentang kota dan komunitas yang berkelanjutan, serta poin ke-4 tentang pendidikan berkualitas.

Batik, sebagai warisan budaya tak benda yang diakui dunia, memiliki nilai sosial, ekonomi, dan historis yang sangat kuat. Upaya pelestariannya tidak bisa dilakukan secara parsial. Diperlukan pendekatan edukatif, kreatif, dan berkesinambungan seperti yang dilakukan UPI melalui korner ini.

Museum dan ECSN berharap kehadiran Korner Batik bisa menjadi model bagi institusi pendidikan lain untuk mengintegrasikan pelestarian budaya ke dalam ekosistem pembelajaran. Selain memperkuat identitas nasional, model seperti ini juga membuka ruang kolaborasi lintas sektor antara akademisi, praktisi budaya, pelajar, dan masyarakat.

Langkah Lanjut: Kolaborasi dan Replikasi

Setelah peluncuran korner pada Agustus nanti, pengelola Museum Pendidikan Nasional dan ECSN telah merancang agenda lanjutan, termasuk lokakarya batik untuk mahasiswa dan komunitas, pelatihan edukator, serta pengembangan koleksi digital yang lebih luas.

Diharapkan, kolaborasi ini dapat direplikasi di museum-museum pendidikan lain di Indonesia sebagai bagian dari gerakan nasional pelestarian budaya berbasis pendidikan. ECSN pun membuka peluang kemitraan dengan institusi lain yang memiliki visi serupa.

Dengan kolaborasi ini, batik tidak hanya dijaga, tetapi juga terus hidup dalam ruang-ruang akademik dan publik, menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari yang menginspirasi dan mendidik.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index