BBM

Harga Spot Tinggi, Pertamina Tetap Impor BBM untuk Swasta

Harga Spot Tinggi, Pertamina Tetap Impor BBM untuk Swasta
Harga Spot Tinggi, Pertamina Tetap Impor BBM untuk Swasta

JAKARTA - Rencana impor bahan bakar minyak (BBM) murni atau base fuel oleh PT Pertamina (Persero) untuk memasok kebutuhan operator SPBU swasta menimbulkan diskusi panjang di kalangan praktisi industri migas. Selain karena mendesaknya kebutuhan pasokan, skema impor ini diprediksi memiliki dampak signifikan terhadap harga dan margin keuntungan pelaku usaha hilir migas.

Menurut praktisi industri migas sekaligus Direktur Utama PT Petrogas Jatim Utama Cendana (PJUC), Hadi Ismoyo, langkah impor ini hampir pasti akan dilakukan dari hub Singapura. Alasannya sederhana: hanya dari Singapura, pengiriman dapat dilakukan dalam waktu singkat, yakni tujuh hari, sesuai kebutuhan mendesak yang ada.

Implikasi Pengiriman Cepat dari Hub Singapura

Hadi menilai, jika impor dilakukan dari negara-negara di kawasan Timur Tengah, waktu tujuh hari hanya cukup untuk perjalanan kapal. Proses itu belum termasuk administrasi dan perizinan yang memakan waktu tambahan. Karena itu, Pertamina diperkirakan akan memilih kontrak pembelian spot dari Singapura.

Kontrak spot ini biasanya dilakukan ketika pasokan dibutuhkan segera. Artinya, harga pembelian mengacu pada harga pasar saat itu juga, bukan harga kontrak jangka panjang. Kondisi ini membuat harga yang harus dibayar Pertamina berpotensi lebih mahal dibandingkan skema impor normal.

“Harga spot itu sekali lagi fluktuatif. Bisa naik dan bisa turun dengan cepat. Dalam kondisi demand yang cukup tinggi, harga bisa 10–20% lebih mahal dari harga kontrak jangka panjang,” kata Hadi.

Ia menambahkan, pembelian BBM dari Singapura melalui kontrak jangka panjang saja sudah lebih mahal ketimbang impor dari Timur Tengah. Maka, jika dilakukan dengan kontrak spot, harga yang didapatkan Pertamina bisa jauh lebih tinggi.

Dampak Potensial bagi SPBU Swasta

Masalah lain muncul ketika BBM impor dari Singapura tersebut akan dijual kembali ke operator SPBU swasta di Indonesia. Hadi menilai margin keuntungan operator swasta berpotensi menipis karena harga beli yang tinggi.

Ia memprediksi SPBU swasta tidak serta-merta membebankan biaya tambahan ini kepada konsumen. Sebaliknya, perusahaan kemungkinan besar akan menanggungnya demi menjaga kepercayaan pelanggan.

“Dengan kondisi seperti itu margin swasta akan terkoreksi. SPBU swasta tidak serta merta membebankan biaya tambahan ini kepada konsumen, mereka akan melihat situasi dan mempertimbangkan kepercayaan dan loyalitas konsumennya,” tegas Hadi.

Selama ini, SPBU swasta memang kerap melakukan impor sendiri untuk mendapatkan harga dan kualitas yang lebih kompetitif. Karena itu, Hadi menekankan agar Pertamina tetap menjaga kualitas BBM yang akan dijual, sehingga sesuai dengan standar perusahaan masing-masing.

“Ujung dari semua ini, PR terbesar adalah kualitas dan harga,” ujarnya.

Kepastian Pasokan dari Pemerintah

Pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, memastikan pasokan BBM untuk jaringan SPBU swasta akan mulai terisi pekan ini. Kepastian itu muncul setelah rapat bersama para eksekutif SPBU swasta seperti Shell Indonesia, BP-AKR, Vivo, Exxon, dan AKR Corporindo.

“Yang jelas tujuh hari barang ini sudah jalan,” kata Bahlil.

Pertamina nantinya akan menjadi pemasok base fuel untuk menutupi kebutuhan BBM SPBU swasta yang kosong sejak bulan lalu. Bahlil menegaskan bahwa bahan bakar yang akan dipasok benar-benar murni, bukan campuran.

“Dipastikan bahwa karena pasokan Pertamina yang sekarang sudah dicampur, jadi kemungkinan besar impornya impor baru,” ujarnya.

Alokasi Impor dan Jaminan Kualitas

Menurut data Kementerian ESDM, Pertamina Patra Niaga masih memiliki sisa kuota impor sebesar 34% atau sekitar 7,52 juta kiloliter hingga akhir tahun 2025. Kuota ini dipandang cukup untuk memenuhi kebutuhan tambahan SPBU swasta hingga Desember 2025, yang mencapai sekitar 571.748 kiloliter.

Bahlil juga menegaskan bahwa kualitas BBM yang dijual Pertamina kepada SPBU swasta harus melalui uji mutu. Pengujian tersebut akan dilakukan oleh joint surveyor yang disepakati bersama, demi memastikan standar terpenuhi.

Sejalan dengan itu, Direktur Utama Pertamina, Simon Mantir, menegaskan komitmen perusahaan untuk menjaga kualitas produk. Ia menepis anggapan bahwa Pertamina akan memanfaatkan situasi ini demi keuntungan sepihak.

“Nanti kan standarnya sesuai spesifikasi Dirjen Migas. Nah setelah itu, itu yang kita kirimkan ke semua, nanti akan diramu sesuai dengan resep dari masing-masing. Jadi penambahan aditif dan lainnya,” jelas Simon di Istana Kepresidenan, akhir pekan lalu.

Tantangan dan Harapan ke Depan

Situasi impor BBM mendadak dari Singapura ini menjadi ujian bagi Pertamina dan pemerintah dalam menjaga stabilitas energi nasional. Di satu sisi, pasokan harus segera dipenuhi agar SPBU swasta tidak kehilangan konsumen. Di sisi lain, harga yang lebih tinggi bisa mengurangi daya saing pelaku usaha hilir migas swasta.

Bagi pemerintah, menjaga keseimbangan antara kepentingan Pertamina dan SPBU swasta adalah kunci utama. Kualitas BBM dan transparansi harga harus menjadi prioritas agar industri tetap sehat.

Sementara itu, bagi konsumen, kepastian pasokan dan mutu BBM tetap menjadi faktor terpenting. Jika semua pihak dapat bekerja sama, dampak dari kenaikan harga akibat impor spot bisa diminimalkan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index