Minyak

Harga Minyak Dunia Anjlok: Amerika Bawa Tekanan Maksimum terhadap Iran

Harga Minyak Dunia Anjlok: Amerika Bawa Tekanan Maksimum terhadap Iran
Harga Minyak Dunia Anjlok: Amerika Bawa Tekanan Maksimum terhadap Iran

JAKARTA - Pergerakan pasar minyak dunia kembali diwarnai dengan fluktuasi tajam harga minyak. Pada Selasa lalu, harga minyak AS terpantau memotong kerugian sebelumnya setelah seorang pejabat Amerika Serikat mengungkapkan bahwa Presiden Donald Trump berencana untuk melanjutkan kampanye "maximum pressure" terhadap Iran. Tujuan utama dari strategi ini adalah untuk menekan ekspor minyak Iran hingga nol, sekaligus mengimbangi dampak negatif dari ketegangan tarif antara Washington dan Beijing.

Pejabat AS tersebut menyatakan kepada Reuters bahwa Trump telah memerintahkan Menteri Keuangan AS untuk menerapkan "maximum economic pressure" kepada Iran. Ini termasuk pemberlakuan sanksi ekonomi serta peningkatan mekanisme penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang melanggar sanksi yang telah ada. Langkah ini tentunya bertujuan untuk menahan gerak ekonomi Iran, terutama di sektor minyak yang menjadi tulang punggung pendapatan negara tersebut.

Mengutip dari CNBC pada Rabu, 5 Februari 2025, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 46 sen atau setara dengan 0,63%, dan ditutup pada harga $72,70. Penurunan ini menandai lebih dari 3% penurunan menuju level terendah sejak Desember tahun lalu, terutama disebabkan oleh ketidakpastian yang mengeruhkan perdagangan global antara Amerika Serikat dan China.

Namun, patokan harga minyak dunia, Brent, justru mengalami kenaikan sebesar 24 sen atau 0,32%, dan ditutup pada $76,20. Analis dari Price Futures Group, Phil Flynn, menegaskan bahwa penerapan kembali "maximum pressure" kepada Iran membatasi dampak dari drama tarif antara Washington dan Beijing. "Alasan mengapa minyak turun mendekati batas bawah adalah pembalasan Tiongkok, dan minyak kembali naik karena tekanan maksimum pada Iran," ujar Flynn.

Iran mampu mengatasi sanksi sebelumnya dengan meningkatkan ekspor minyak mentahnya pada 2024, mencapai level tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Namun, dengan penerapan strategi maksimal dari Trump ini, eksistensi jebakan ekonomi baru dihadapkan kepada Iran.

Sementara itu, pelaku pasar terus memantau upaya yang sedang dilakukan untuk melakukan panggilan telepon antara Trump dan Presiden China, Xi Jinping. Meski belum terjadwal pada Selasa malam, Wall Street Journal mengutip pejabat AS bahwa panggilan tersebut sedang dipersiapkan. Jika terlaksana, komunikasi ini diharapkan dapat meredakan ketegangan dari potensi perang dagang yang lebih luas.

Tarif Impor dan Strategi Perdagangan

Penerapan tarif baru AS sebesar 10% terhadap impor dari China mulai berlaku pada hari Selasa. Kebijakan ini memicu respons dari Beijing yang segera memberlakukan tarif balasan. John Kilduff, mitra di Again Capital di New York, menyatakan, "Harga minyak turun karena pembalasan China, saya kira panggilan telepon Trump-Xi yang akan membawa kita kembali naik, dan kita tahu bagaimana keadaannya sekarang."

Selain Iran, ketegangan perdagangan juga mengaitkan Meksiko dan Kanada. Presiden Trump menangguhkan ancaman tarif tinggi terhadap kedua negara tersebut pada hari Senin, sebagai imbalan atas konsesi yang didapat terkait penegakan hukum di perbatasan.

Ketegangan yang terjadi antara AS dan China dipandang dapat menekan permintaan minyak global. Kelvin Wong, analis pasar senior dari OANDA, menekankan bahwa tindakan balasan dari China mungkin tidak berhenti pada tarif 10% terhadap minyak mentah AS, yang juga bisa memengaruhi nilai yuan jika AS membalas dengan tarif lebih lanjut. "Secara keseluruhan, tindakan tersebut kemungkinan akan menguatkan dolar AS yang pada gilirannya akan melemahkan harga minyak karena anggota OPEC+ masih berusaha untuk menaikkan pasokan minyak secara bertahap mulai April," ungkap Wong.

Impor minyak mentah China dari Amerika Serikat pada 2024 menyumbang sekitar 1,7% dari total impor minyak mentah negara tersebut. Kilduff dari Again Capital menambahkan bahwa strategi China yang menyasar minyak mentah dan gas alam cair (LNG) dari AS adalah langkah cerdik. "Orang Tiongkok secara cerdik menargetkan minyak mentah dan gas alam cair (LNG), karena hal itu secara efektif menyingkirkan mereka dari pasar AS," ujarnya.

Di tengah situasi ini, pelaku pasar juga menantikan data persediaan minyak AS dari American Petroleum Institute. Analis memprediksi bahwa meski persediaan minyak mentah akan meningkat, persediaan bensin dan sulingan kemungkinan justru menurun. Ini tentunya menambah dinamika di pasar energi yang tengah bergejolak.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index