Logistik

Pelemahan Rupiah Memicu Kekhawatiran di Sektor Logistik: Ancaman bagi Importir dan Dampaknya pada Biaya Operasional

Pelemahan Rupiah Memicu Kekhawatiran di Sektor Logistik: Ancaman bagi Importir dan Dampaknya pada Biaya Operasional
Pelemahan Rupiah Memicu Kekhawatiran di Sektor Logistik: Ancaman bagi Importir dan Dampaknya pada Biaya Operasional

JAKARTA - Kurs rupiah kembali mengalami pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat, menimbulkan ancaman bagi pelaku industri, terutama dalam sektor logistik. Dilansir dari Refinitiv pada Jumat, 20 Desember 2024, rupiah dibuka di angka Rp16.290 per dolar AS. Namun, hanya dalam waktu kurang dari dua menit setelah pembukaan perdagangan, nilai tukar rupiah kembali terdepresiasi hingga mencapai level Rp16.300 per dolar AS.

Pelemahan rupiah ini mengikuti sikap bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang terbilang tidak terlalu agresif dalam memangkas suku bunganya tahun depan. Kondisi ini tentu memunculkan kekhawatiran bagi pengusaha di bidang logistik, terutama mereka yang terlibat dalam importasi barang.

Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia, Mahendra Rianto, mengungkapkan bahwa pelemahan rupiah berdampak langsung pada cross border logistics, khususnya perusahaan yang memiliki spesialisasi dalam impor. "Kalau berkaitan dengan uang asing, yang terdampak adalah cross border logistik, utamanya untuk perusahaan yang spesialisasinya impor. Karena impor ini dari luar, biasanya transaksinya dalam dolar AS," ujar Mahendra kepada CNBC Indonesia pada Kamis, 19 Desember 2024.

Dampak terhadap Bea Masuk dan Harga Pokok Produksi

Lebih lanjut, Mahendra menjelaskan bahwa salah satu dampak signifikan dari pelemahan rupiah adalah peningkatan bea masuk. Setiap perubahan nilai kurs akan mempengaruhi tingkat pajak impor yang harus dibayarkan, dan ini dapat bervariasi setiap minggunya. "Sekarang Rp16.300 per dolar AS, ya. Selisihnya berapa persen jadi tingkat nilai pajak masuk bea impornya selisih berapa persen," katanya.

Perubahan nilai tukar ini berpotensi membebani harga pokok produksi yang, pada akhirnya, akan menekan keuangan para importir. Selisih nilai kurs tersebut harus ditutupi dalam penghitungan biaya produksi, meningkatkan tekanan finansial di pihak importir.

Dampak bagi Pengapalan: Biaya Operasional Meningkat

Selain itu, perusahaan pengapalan juga turut merasakan imbasnya. Menurut Mahendra, pelemahan rupiah dapat membuat biaya operasional, khususnya biaya bahan bakar, meningkat. "Bunker adjustment, biasanya bunker adjustment itu melihat tren sebulan dua bulan. Berarti mereka biasanya melakukan penyesuaian gitu loh. Kalau tren dari kurs melemah terus dalam kurun waktu lebih dari satu bulan, mereka juga akan melakukan adjustment," jelas Mahendra.

Biaya surcharge atau biaya tambahan bahan bakar pun dapat meningkat, menambah beban bagi perusahaan pengiriman. Penyesuaian biaya ini dianggap perlu dengan melihat tren nilai tukar yang terus melemah.

Perkiraan Rupiah di Masa Depan: Ancaman dari Kepemimpinan Baru AS

Mahendra memprediksi bahwa nilai tukar rupiah akan bertahan di level Rp16.000 per dolar AS, bahkan berpotensi melemah lebih lanjut. Perubahan kepemimpinan di Amerika Serikat yang akan terjadi pada Januari mendatang disebut-sebut menjadi pemicu tambahan bagi pelemahan ini. "Saya curiga kok akan bertahan di atas Rp16.000 ya, karena begitu Trump dilantik. Trump in power ini kan Januari, malah menjadi-jadi," katanya.

Di samping itu, ancaman penguatan dolar AS akan semakin nyata jika kebijakan baru yang dilanjutkan oleh administrasi Trump, termasuk potensi boikot terhadap produk China, mulai diimplementasikan. "Belum lagi ada lobi-lobi ya kepada kroni di negara untuk segera melakukan boikot terhadap produk China, artinya dolar akan kuat," tambah Mahendra.

Awas terhadap Dampak Ekonomi Lebih Lanjut

Dengan semakin menguatnya dolar AS dan melemahnya rupiah, pelaku industri di sektor logistik harus bersiap menghadapi tantangan ekonomi yang semakin pelik. Kenaikan biaya operasional dan penyesuaian terhadap pajak impor menjadi perhatian utama yang perlu diantisipasi. Mahendra menekankan pentingnya strategi adaptif agar industri logistik dapat bertahan dalam kondisi ketidakpastian ekonomi yang sedang terjadi ini. Pelaku usaha diharapkan meningkatkan efisiensi dan mengimplementasikan langkah strategis dalam bisnis mereka untuk menghadapi tantangan tersebut.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index