Transportasi

Pengembangan Gas Hidrogen dan Amonia untuk Sektor Transportasi dan Industri di Indonesia

Pengembangan Gas Hidrogen dan Amonia untuk Sektor Transportasi dan Industri di Indonesia
Pengembangan Gas Hidrogen dan Amonia untuk Sektor Transportasi dan Industri di Indonesia

JAKARTA - Indonesia, dengan posisi strategis sebagai negara kepulauan di jalur perdagangan global, memiliki potensi besar untuk mengembangkan hidrogen dan amonia sebagai sumber energi baru terbarukan (EBT). Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, pada acara Focus Group Discussion (FGD) Reviu Peta Jalan Hidrogen dan Amonia Nasional (RHAN) di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Selasa, 17 Desember 2024.

Pemanfaatan hidrogen dan amonia ini diharapkan dapat menggantikan energi fosil yang masih menjadi tulang punggung penyediaan energi di Indonesia. "Komitmen Indonesia dalam mitigasi iklim global menempatkan negara kita sebagai pemain penting dalam upaya transisi energi," ujar Yuliot. Ia menekankan bahwa ketersediaan kedua komoditas ini melimpah di Indonesia, sehingga pemanfaatannya bisa dilakukan dalam skala besar untuk memperkuat ekonomi nasional, khususnya pada sektor energi terbarukan.

Keunggulan hidrogen dan amonia terletak pada aspek keberlanjutannya. Yuliot menjelaskan, "Pengembangan hidrogen dan amonia merupakan salah satu strategi mengatasi perubahan iklim karena sifatnya yang ramah lingkungan." Potensi ini bisa dimaksimalkan untuk transportasi kapal dan pesawat, serta dalam proses industri seperti produksi besi dan baja. Dengan demikian, industri-industri besar di Indonesia dapat meminimalkan jejak karbon yang ditinggalkan.

Saat ini, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam ketergantungan pada energi fosil. Penggunaan bahan bakar minyak secara nasional mencapai sekitar 1,5 juta barel per hari, sementara produksi dalam negeri hanya berada di angka 600 ribu barel. Hal ini memaksa Indonesia untuk terus melakukan impor guna menutupi kekurangan tersebut. "Saat ini kita masih sangat tergantung kepada energi fosil, jadi pengembangan energi alternatif seperti hidrogen dan amonia ini sangat penting," kata Yuliot.

Pengembangan ini tidak hanya menjadi solusi bagi tantangan energi, tetapi juga berkontribusi dalam komitmen global Indonesia di bidang lingkungan hidup. "Dalam jangka panjang, kita ingin benar-benar mengurangi penggunaan energi fosil dan menopang pertumbuhan ekonomi berbasis EBT," tambahnya. Langkah ini sekaligus bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dan memperkuat ketahanan energi nasional.

Secara internasional, hidrogen dan amonia telah mendapatkan perhatian besar sebagai alternatif bahan bakar fosil. Berbagai negara maju sedang berlomba-lomba mengadopsi teknologi ini, sehingga Indonesia juga harus bergerak cepat untuk memanfaatkan peluang ini. Diharapkan, dengan adanya peta jalan nasional untuk hidrogen dan amonia, Indonesia dapat memiliki arah yang jelas dan terstruktur dalam mengembangkan energi ini sebagai bagian dari strategi nasional.

Yuliot menyimpulkan bahwa energi terbarukan seperti hidrogen dan amonia sangat sesuai dengan kebutuhan kontemporer Indonesia. Masyarakat dan industri diharapkan dapat mendukung inisiatif ini. "Dengan dukungan dari berbagai pihak, kita optimistis dapat mencapai target transisi energi dan mengurangi ketergantungan pada impor energi fosil," tuturnya.

Dari acara FGD ini, Kementerian ESDM berencana untuk melanjutkan pengembangan roadmap hidrogen dan amonia sebagai salah satu fokus strategis nasional. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat diharapkan dapat mempercepat implementasi strategi ini agar manfaat dari energi baru terbarukan bisa dirasakan seluruh rakyat Indonesia.

Dengan potensi besar dan komitmen yang kuat, Indonesia siap untuk menjadi salah satu pelopor dalam pemanfaatan energi hidrogen dan amonia di kawasan Asia Tenggara. Langkah ini tidak hanya akan mendukung keberlanjutan lingkungan tetapi juga meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia di panggung global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index