GRESIK – Mega proyek pembangunan jalan tol Trans Jawa yang menghubungkan Gresik, Lamongan, dan Tuban, dipastikan tidak akan dilanjutkan. Keputusan ini mengikuti arahan Presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan sementara pengembangan jalan tol baru di berbagai daerah. Hal ini menjadi pukulan bagi setidaknya 40 desa di Kabupaten Lamongan yang sudah mempersiapkan diri untuk terdampak proyek infrastruktur besar tersebut.
Latar Belakang Proyek
Proyek tol yang diusulkan ini mencakup pembangunan jalan sepanjang 73 kilometer yang akan melintasi beberapa desa di delapan kecamatan di Kabupaten Lamongan. Dengan potensi anggaran mencapai lebih dari Rp 30 miliar, ruas tol ini diharapkan dapat meningkatkan mobilitas dan aksesibilitas masyarakat serta menurunkan biaya operasional kendaraan dan waktu perjalanan di wilayah tersebut.
Namun, berdasarkan laporan dari Kompas TV, Presiden Prabowo Subianto telah memberikan instruksi untuk menahan pembangunan proyek infrastruktur baru. "Presiden menginginkan agar kita fokus pada proyek yang sudah ada, memastikan itu selesai dan berfungsi maksimal sebelum melanjutkan ke proyek baru," ujar Sony Sulaksono Wibowo, anggota Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).
Keputusan yang Mengecewakan
Banyak pihak di Lamongan merasa keputusan ini sangat mengecewakan. Proyek ini sebelumnya dipandang sebagai kesempatan emas untuk meningkatkan infrastruktur lokal dan ekonomi daerah. "Ada harapan yang besar dari proyek tol ini, terutama untuk membuka akses yang lebih baik dan meningkatkan taraf hidup masyarakat," ujar seorang warga Desa Mendogo yang enggan disebut namanya.
Selama media gathering Astra Infra Group, Sony juga menjelaskan bahwa tol-tol baru yang belum pada tahap konstruksi atau studi kelayakan akan ditunda. Proyek tol Gresik-Tuban, meski baru sebatas rencana awal, merupakan salah satu yang terdampak dari kebijakan baru ini. "Untuk proyek-proyek yang belum pada waktunya, kita tahan dulu, kecuali ada investor swasta yang berminat," tambah Sony.
Dampak Sosial dan Ekonomi yang Ditimbulkan
Dihentikannya proyek tol Gresik-Tuban memberikan dampak signifikan pada berbagai aspek. Penduduk desa yang telah lama berharap proyek ini akan membawa perubahan besar, kini harus mencerna penundaan ini dengan berat hati. Ada kekhawatiran bahwa pengembangan ekonomi lokal akan terhambat jika infrastruktur yang memadai tidak segera dibangun.
Banyak pihak menyoroti dampak sosial dan lingkungan yang mungkin lebih terkendali dengan adanya proyek ini. "Isu sosial seperti akses pendidikan dan kesehatan yang lebih mudah sempat menjadi salah satu ekspektasi besar kami dari proyek ini," ungkap Kepala Desa Kalitengah.
Kontroversi dan Harapan Masa Depan
Sebagian warga tetap optimis dan berharap proyek ini masih bisa dilanjutkan dalam waktu dekat. Mereka memahami perlunya kebijakan yang cermat, namun tetap mendambakan percepatan pembangunan infrastruktur tersebut. Proyek tol ini sebelumnya dinilai sebagai salah satu langkah penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan Lamongan dan sekitarnya. Bahkan, untuk mewujudkan proyek ini, diperkirakan akan dibutuhkan lahan sekitar 5,905,453 meter persegi.
Pihak BPJT sendiri menegaskan bahwa proyek-proyek yang sudah dalam tahap konstruksi akan terus dilanjutkan. "Kita tetap lanjutkan yang sudah berkontrak, proyek seperti ini butuh waktu dan koordinasi yang matang, jadi yang sudah berjalan tentu tidak akan kita hentikan," papar Sony.
Mengantisipasi Masa Depan
Meski dihentikan, proses pembebasan lahan untuk proyek tol Gresik-Tuban diharapkan dapat dimulai pada tahun 2025, bila kebijakan pemerintah beralih dan memungkinkan untuk proyek dilanjutkan. Pemerintah berjanji untuk selalu memperhatikan aspirasi masyarakat dalam setiap tahap pelaksanaan proyek. "Kita sangat berkomitmen agar proyek ini nantinya tidak merugikan masyarakat lokal, baik dari sisi lingkungan maupun sosial," janji seorang pejabat pemerintah Kabupaten Lamongan yang tidak ingin disebutkan namanya.
Pembangunan jalan tol ini, jika dielaborasi ulang dengan baik, bisa jadi masih menjadi harapan besar bagi masyarakat di sekitar Lamongan. Dengan peningkatan efisiensi transportasi dan distribusi barang, diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup penduduk setempat. Selama masa penundaan ini, pemerintah dan masyarakat diharapkan terus berkoordinasi agar solusi terbaik dapat dicapai demi kesejahteraan bersama.