Rupiah Melemah ke Rp16.601, Tertekan Sentimen Global dan Domestik

Senin, 22 September 2025 | 10:15:15 WIB
Rupiah Melemah ke Rp16.601, Tertekan Sentimen Global dan Domestik

JAKARTA - Nilai tukar rupiah kembali menghadapi tekanan sepanjang pekan ketiga September 2025. Dalam sepekan terakhir, mata uang garuda tercatat melemah hingga 1,38 persen terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Kondisi ini membuat rupiah menutup pekan di level terendah sejak Mei 2025.

Pada perdagangan Jumat, 19 September 2025, rupiah ditutup di Rp16.601 per dolar AS. Angka ini turun 0,45 persen dibandingkan penutupan sehari sebelumnya di Rp16.527 per dolar. Sementara berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (JISDOR), rupiah juga terkoreksi, berakhir di Rp16.578 per dolar, melemah 0,48 persen dari hari sebelumnya. Jika dihitung sepekan, rupiah sudah terkoreksi hingga 1,14 persen.

Tekanan dari Sentimen Eksternal

Pelemahan rupiah tidak lepas dari sentimen eksternal yang membayangi pasar keuangan global. Pernyataan terbaru Ketua The Fed, Jerome Powell, menjadi salah satu pemicu utama. Powell menegaskan bahwa bank sentral Amerika Serikat tidak akan terburu-buru memangkas suku bunga secara agresif, bahkan pemotongan sebesar 50 basis poin dinilai terlalu berisiko.

Menurut Powell, keputusan kebijakan moneter akan selalu bergantung pada data ekonomi, bukan pada tekanan dari pihak tertentu. Sikap hati-hati ini membuat investor global kembali mengalihkan dana mereka ke aset aman seperti dolar AS, sehingga mata uang negara berkembang termasuk rupiah mengalami tekanan.

Selain itu, data ekonomi Amerika Serikat terbaru juga memperlihatkan ketahanan pasar tenaga kerja. Klaim pengangguran mingguan turun di bawah perkiraan, menandakan sektor pekerjaan masih solid. Kondisi ini menambah keyakinan pasar bahwa The Fed belum akan menurunkan suku bunga dalam waktu dekat, sehingga nilai dolar tetap perkasa.

Faktor Domestik Ikut Menambah Beban

Selain faktor eksternal, pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh kondisi dalam negeri. Pengamat pasar uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, menilai ketidakpastian ekonomi global akibat perang tarif Amerika Serikat memberikan dampak signifikan terhadap Indonesia. Perlambatan ekonomi di banyak negara menekan daya beli masyarakat dan meningkatkan risiko pengangguran.

Di sisi lain, langkah pemerintah untuk menyalurkan dana Rp200 triliun ke sektor perbankan juga dipandang belum mampu memberikan dorongan nyata bagi pertumbuhan ekonomi. Menurut Ibrahim, pengusaha masih ragu untuk mengajukan kredit, sementara perbankan tetap selektif dalam menyalurkan pembiayaan ke sektor riil.

“Sepanjang isu permintaan kredit tidak dicarikan solusi, dunia usaha tidak akan ekspansif. Sehingga menggelontorkan likuiditas perbankan sebesar itu, tidak bisa membantu,” ujar Ibrahim.

Pelemahan di Tengah Melemahnya Indeks Dolar

Menariknya, pelemahan rupiah terjadi meskipun indeks dolar AS (DXY) justru melemah ke level 97,35. Berdasarkan data Bank Indonesia, perdagangan Jumat (19/9) dibuka dengan rupiah di level Rp16.550 per dolar, lebih lemah dibandingkan penutupan sehari sebelumnya di Rp16.500 per dolar.

Hal ini menunjukkan bahwa pelemahan rupiah tidak hanya dipicu oleh faktor eksternal, tetapi juga mencerminkan sentimen negatif di dalam negeri. Investor tampak masih menahan diri untuk masuk ke pasar Indonesia, menunggu kepastian mengenai arah kebijakan fiskal dan moneter.

Prediksi Pergerakan Selanjutnya

Ibrahim memproyeksikan bahwa rupiah akan tetap berada dalam tren fluktuatif pada pekan mendatang. Ia memperkirakan nilai tukar rupiah bergerak di rentang Rp16.600 hingga Rp16.660 per dolar AS. Rentang ini menandakan potensi pelemahan lanjutan masih terbuka, terutama jika tidak ada sinyal positif dari faktor eksternal maupun kebijakan domestik.

Dalam situasi seperti ini, langkah Bank Indonesia menjadi sorotan. Intervensi melalui pasar valas atau penyesuaian suku bunga dapat menjadi salah satu strategi untuk menahan pelemahan rupiah. Namun efektivitas kebijakan tersebut bergantung pada sejauh mana pemerintah mampu menjaga kepercayaan investor terhadap perekonomian nasional.

Tantangan Ekonomi ke Depan

Melemahnya rupiah bukan hanya soal kurs semata, melainkan juga berimplikasi pada berbagai sektor ekonomi. Impor barang konsumsi dan bahan baku berpotensi menjadi lebih mahal, sehingga dapat mendorong inflasi. Sementara bagi eksportir, pelemahan rupiah sebenarnya bisa menjadi keuntungan karena harga produk Indonesia lebih kompetitif di pasar global.

Namun demikian, jika pelemahan berlangsung terlalu lama, efek negatifnya bisa lebih dominan. Daya beli masyarakat bisa semakin tertekan, beban utang luar negeri meningkat, dan iklim investasi berisiko terganggu. Oleh karena itu, koordinasi antara pemerintah, Bank Indonesia, dan sektor usaha menjadi sangat penting dalam menjaga stabilitas ekonomi.

Pelemahan rupiah sepanjang pekan ketiga September 2025 mencerminkan kombinasi tekanan eksternal dan ketidakpastian domestik. Meskipun indeks dolar AS melemah, rupiah tetap tertekan akibat sentimen negatif pasar yang belum mereda.

Kebijakan The Fed yang cenderung hati-hati, ditambah kondisi dalam negeri yang masih dibayangi lemahnya permintaan kredit, membuat rupiah sulit bangkit. Dengan prediksi pergerakan di kisaran Rp16.600 hingga Rp16.660 per dolar AS, langkah antisipatif perlu segera dilakukan agar pelemahan tidak semakin dalam.

Terkini